Beberapa tahun terakhir, Indonesia menghadapi lonjakan signifikan dalam kejahatan siber yang semakin canggih, terutama penipuan berbasis AI. Data menunjukkan, kasus penipuan deepfake di Indonesia melonjak hingga 1.550% pada 2024, dengan modus yang semakin beragam.
Salah satu kejadian baru-baru ini adalah pemalsuan rekening bank menggunakan rekayasa video berbasis AI, di mana pelaku berhasil memanfaatkan manipulasi wajah digital untuk menembus proses verifikasi saat aktivasi akun bank digital.
Di tengah eskalasi serangan yang memanfaatkan AI atau deepfake, aplikasi verifikasi wajah tidak bisa lagi disepelekan. Terlebih, data VIDA menunjukkan 84% bisnis di indonesia mengalami penipuan identitas dalam setahun terakhir, dan keseluruhan dari mereka menyatakan kekhawatiran terhadap ancaman penipuan berbasis AI akibat lemahnya aplikasi verifikasi wajah.
Seberapa penting verifikasi wajah untuk keamanan identitas? Berikut ulasannya.
Aplikasi verifikasi wajah adalah solusi berbasis teknologi biometrik yang digunakan untuk memastikan bahwa seseorang yang mencoba mengakses layanan digital adalah benar-benar individu yang sah. Menurut laporan dari National Institute of Standards and Technology (NIST), verifikasi wajah berfungsi untuk membandingkan wajah pengguna saat ini dengan wajah yang telah terdaftar sebelumnya guna mengonfirmasi identitas secara akurat. Teknologi ini banyak digunakan dalam sektor perbankan, e-commerce, layanan kesehatan, dan pemerintahan untuk memperkuat autentikasi dan mencegah penipuan identitas.
Berbeda dengan metode autentikasi tradisional seperti password atau PIN, aplikasi verifikasi wajah menggunakan karakteristik fisik unik yang sulit dipalsukan, inilah yang disebut data biometrik.
Jangan tertukar pemahaman tentang aplikasi verifikasi wajah dan aplikasi pengenalan wajah. Berikut perbedaannya:
Sederhananya, pengenalan wajah digunakan untuk menjawab "Siapa Anda?". Oleh karena itu, pengenalan wajah lebih sering digunakan dalam pengawasan publik, kontrol akses, dan sistem keamanan berskala besar.
Sementara itu, verifikasi wajah bertujuan untuk menjawab pertanyaan "Apakah Anda benar-benar orang yang Anda klaim?" Dalam proses ini, wajah pengguna dibandingkan dengan wajah yang sudah terdaftar untuk memverifikasi identitasnya. Aplikasi verifikasi wajah biasanya digunakan dalam layanan perbankan digital, KYC (Know Your Customer), dan aplikasi keuangan.
Menurut laporan dari International Journal of Computer Applications (IJCA), verifikasi wajah memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi karena membandingkan data satu-ke-satu, bukan satu-ke-banyak seperti pada pengenalan wajah.
Aplikasi verifikasi wajah bekerja dengan memanfaatkan teknologi biometrik dan AI untuk memastikan bahwa seseorang yang mengakses layanan digital benar-benar sesuai dengan identitas yang terdaftar. Berikut tahapan utama cara kerjanya:
Pengguna diminta untuk mengambil foto selfie atau melakukan video liveness check menggunakan kamera perangkat. Proses ini dilakukan secara real-time untuk memastikan keaslian subjek.
Sistem melakukan analisis liveness untuk memastikan wajah yang direkam adalah manusia hidup, bukan hanya foto, video, atau hasil manipulasi digital. Teknologi ini mendeteksi gerakan alami seperti kedipan mata hingga perubahan ekspresi yang harus diikuti pengguna, sehingga dapat membedakan antara wajah asli dan deepfake atau spoofing.
Algoritma AI mengekstrak ciri khas biometrik dari wajah pengguna, seperti struktur tulang, jarak antar mata, bentuk rahang, dan tekstur kulit. Data biometrik ini kemudian diubah menjadi template digital yang unik.
Template biometrik yang dihasilkan dibandingkan dengan data wajah yang tersimpan di database (misalnya dari KTP elektronik atau data registrasi awal). Proses pencocokan ini bersifat one-to-one (1:1) untuk memastikan akurasi tinggi dalam verifikasi identitas.
Jika data biometrik cocok, sistem memberikan otorisasi akses atau melanjutkan proses transaksi. Jika tidak cocok, akses akan ditolak dan dapat memicu langkah keamanan tambahan, seperti verifikasi ulang atau pelaporan aktivitas mencurigakan.
Aplikasi verifikasi wajah VIDA juga dilengkapi dengan deteksi anti-spoofing dan anti-injection attack, yaitu kemampuan mendeteksi manipulasi digital, rekaman video, atau gambar hasil rekayasa AI yang digunakan untuk menipu sistem verifikasi wajah. Teknologi ini sangat penting mengingat semakin canggihnya modus penipuan berbasis deepfake yang mampu menipu sistem biometrik konvensional.
Dengan tahapan ini, aplikasi verifikasi wajah mampu memberikan perlindungan identitas digital yang jauh lebih kuat dibandingkan metode tradisional seperti password atau OTP.
Penggunaan aplikasi verifikasi wajah semakin meluas di berbagai sektor, berikut beberapa contohnya:
Bank digital dan fintech menggunakan verifikasi wajah untuk proses KYC saat membuka rekening baru atau saat pengguna melakukan transaksi bernilai tinggi. Dengan demikian, risiko penipuan identitas dapat ditekan secara signifikan.
Contoh: Penggunaan face liveness pada saat pembukaan rekening secara online.
Marketplace dan platform online menggunakan verifikasi wajah untuk memastikan keaslian akun penjual dan pembeli, mengurangi risiko penipuan.
Contoh: Amazon dan Alibaba menerapkan verifikasi wajah untuk verifikasi akun penjual.
Rumah sakit dan platform telemedicine menggunakan verifikasi wajah untuk memastikan bahwa pasien yang mendaftar adalah benar-benar pasien yang terdaftar.
Contoh: Aplikasi konsultasi dokter online seperti Halodoc di Indonesia menggunakan verifikasi identitas VIDA untuk mengenali pasien.
Berikut adalah keunggulan utama verifikasi wajah VIDA dalam menghadapi ancaman digital dan penipuan berbasis AI di Indonesia:
Aplikasi verifikasi wajah telah menjadi komponen penting dalam menjaga keamanan identitas digital di era modern. Dengan memanfaatkan biometrik unik yang sulit dipalsukan dan didukung oleh teknologi liveness detection, aplikasi ini memberikan tingkat keamanan yang jauh lebih tinggi dibandingkan metode tradisional.