Cara hacker mencuri data pribadi kita sudah semakin gampang. Dalam dunia digital saat ini hacker tidak hanya mengejar data “besar” seperti catatan keuangan besar atau rahasia perusahaan.
Justru data sehari-hari kita yang sering diremehkan banyak diincar karena kemampuan data tersebut untuk membuka pintu akses ke akun-akun lain. Contohnya ketika NIK-mu tersebar, akan membuka peluang lebih lebar bagi kebocoran rekening bank, asuransi, pinjaman kredit, dan lain-lain. Seram, kan? Mirisnya, ketidak hati hatian kita dan kecanggihan teknologi membuat data pribadi semakin mudah didapatkan.
Berikut adalah contoh data pribadi yang paling rentan dicuri oleh hacker, dari mana mereka mendapatkannya, dan bagaimana kita bisa mencegah hal tersebut terjadi.
Nama lengkap dan tanggal lahir adalah contoh data pribadi yang sering digunakan sebagai “kunci awal” dalam verifikasi identitas. Ketika digabungkan, data ini bisa membantu hacker menjawab pertanyaan keamanan atau menebak password.
NIK adalah data yang sangat penting karena digunakan sebagai parameter legalitas banyak layanan publik maupun finansial. Rasa-rasanya, separuh urusan kita terhubung dengan NIK, deh. Jika seseorang berhasil mencuri NIK + data pendukung, mereka bisa membuat akun palsu atau menyamar sebagai korban dalam aplikasi resmi.
Selanjutnya alamat rumah, alamat email, dan nomor telepon adalah contoh data pribadi yang sering tersebar di berbagai sistem (e-commerce, aplikasi, media sosial). Jika data ini disalahgunakan, hacker bisa menggunakan nomor telepon untuk phishing, SIM swap, atau hijacking WhatsApp. Alamat lengkap pun bisa digunakan untuk menipu layanan kirim barang agar paket sampai ke rumah korban lalu menagih pembayaran.
Ketika berurusan dengan dunia digital, email adalah identitas dan kanal komunikasi utama. Jika email bocor, hacker bisa mencoba reset password di aplikasi lain yang terhubung. Kombinasi email + password lemah sangat sering digunakan dalam credential stuffing.
Ingat berita tentang kebocoran 16 miliar password? Nah, bayangkan sebanyak apa data pribadi yang didapatkan jika email dan password bocor.
Survei menunjukkan bahwa sebagian besar akun pengguna pernah “terbobol setidaknya sekali dalam hidupnya” jika email dan password digunakan ulang di banyak platform.
Nomor kartu kredit/debit, CVV, tanggal kadaluarsa, dan rekening bank adalah data sensitif yang paling “berharga” di pasar gelap. Apalagi kalau dikombinasikan dengan data curian lainnya seperti NIK, nama ibu kandung, tanggal lahir, dan lain-lain. Wah, itu adalah sasaran empuk hacker bisa langsung menggunakan data ini untuk melakukan transaksi penipuan.
Riwayat transaksi hingga saldo juga merupakan contoh data pribadi yang disalahgunakan untuk menebak pola transaksi dan kemungkinan saldo, atau mengecoh korban dengan tampilan “nota transaksi palsu” agar korban percaya bahwa suatu transfer sudah dilakukan.
Informasi lokasi fisik, riwayat perjalanan, atau data GPS juga termasuk contoh data pribadi, loh. Data ini bisa digunakan untuk melacak posisimu, kebiasaan bepergian, hingga tempat-tempat yang biasa kamu kunjungi. Nah, informasi ini sangat berharga bagi hacker untuk melakukan penargetan (targeted phishing).
Data medis (riwayat penyakit, rekam medis) termasuk kategori data pribadi berisiko tinggi. Jika bocor, dampaknya bisa ke mana-mana seperti penyalahgunaan asuransi, identitas medis, atau pemerasan yang mengatasnamakan rumah sakit.
Lalu dari mana, sih, hacker mendapatkan contoh data pribadi yang disebutkan di atas? Jawabannya adalah dari aktivitas sehari-hari kita. Berikut beberapa celah yang perlu kamu waspadai:
Di media sosial, kamu pasti beberapa orang membagikan informasi seperti nama lengkap, tanggal lahir, nama hewan peliharaan, lokasi saat ini, hingga status hubungan. Semua ini bisa digunakan untuk menebak password atau menjawab pertanyaan keamanan.
Kasus seperti kebocoran data institusi keuangan e-commerce menunjukkan bahwa data pribadi sering bocor dari sistem platform yang tidak dilindungi dengan baik. Biasanya, data pribadi dipanen oleh hacker lalu dijual di situs gelap.
Beberapa situs tidak memiliki protokol keamanan HTTPS atau tidak mengelola data dengan baik. Data bisa bocor dari form pendaftaran, undian, hingga survey.
Saat pengguna terkoneksi ke WiFi gratis (misalnya di kafe, bandara), aktivitas online bisa dipantau oleh hacker jika jaringan tidak aman. Ini disebut serangan man-in-the-middle. Artinya, hacker menyusup dan menyadap di tengah-tengah proses transfer datamu.
Modus phishing dan malware seringkali berupa pesan palsu yang dikirimkan kepada korban. Isi pesan biasanya bersifat penting, membuat panik, atau justru membuat kaget sampai tak bisa berpikir, sehingga korban akan melakukan apapun yang disuruh di dalam pesan tersebut. Nah, di sinilah hacker melakukan phishing. Mereka mengirim link atau malware yang sebenarnya bertujuan untuk mendapatkan data pribadi korban.
Untuk mencegah pencurian data pribadi, diperlukan pendekatan multi-layered security yang mencakup verifikasi identitas, autentikasi kuat, hingga deteksi fraud:
Pastikan bahwa setiap orang yang mengakses sistem benar-benar manusia yang hidup, bukan hasil rekayasa digital atau identitas palsu. Solusi yang ditawarkan VIDA adalah:
Login berbasis password sudah terlalu mudah ditembus. Gunakan metode biometrik seperti FaceToken dan PhoneToken yang jauh lebih aman dan tidak bisa ditiru.
Bukan hanya merespons, perusahaan perlu proaktif mendeteksi tanda-tanda penipuan sebelum kerugian terjadi.
Jika terjadi insiden, penting untuk bisa melacak dokumen yang digunakan. VIDA menyediakan tanda tangan khusus enterprise dengan keunggulan:
Dengan memahami contoh data pribadi yang paling mudah dicuri dan cara hacker memanfaatkannya, kita bisa lebih waspada dalam melindungi data sendiri. Termasuk, memilih teknologi identitas digital & proteksi seperti VIDA agar data pribadi tidak jadi target empuk.