Deepfake adalah konten digital (video, audio, atau gambar) yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan (AI) untuk meniru seseorang baik wajah, suara, hingga ekspresi. Disebut “deepfake” karena teknologi ini biasanya menggunakan deep learning, terutama Generative Adversarial Networks (GANs), untuk menciptakan tiruan yang sangat meyakinkan.
Awalnya, deepfake dipakai untuk tujuan hiburan: seperti mengganti wajah pemeran film, membuat selebriti “menyanyi” lagu yang belum pernah ia bawakan, atau menghidupkan kembali tokoh sejarah.
Sayangnya, penyalahgunaan teknologi ini sudah sampai tahap serius, mulai dari manipulasi politik, penipuan digital, penyebaran hoaks, hingga konten pornografi non-konsensual.
Untuk membuat deepfake, teknologi GAN melibatkan dua komponen:
Keduanya “dilatih” bersama hingga konten palsu menjadi sangat sulit dibedakan dari yang asli.
Lalu, kenapa deepfake menjadi ancaman? Mari kita lihat data berikut ini:
Menurut whitepaper Where’s The Fraud dari VIDA, terjadi lonjakan 1540% kasus penipuan deepfake di wilayah Asia Pasifik antara 2022–2023, dengan Indonesia sebagai salah satu negara yang terdampak paling besar.
Deepfake yang muncul untuk teknologi tambahan dalam industri kreatif berubah menjadi celah kejahatan yang siapapun bisa memanfaatkannya.
Berikut beberapa bentuk penipuan yang menggunakan deepfake:
Salah satu bentuk kejahatan paling mengganggu dari deepfake adalah pembuatan konten tanpa consent. Bentuk kontennya bervariasi dari konten hiburan, misinformasi, hingga deepfake pornografi. Jangan salah, deepfake bisa menyasar siapa saja, tidak terbatas hanya pada wajah tokoh publik atau influencer.
Konten semacam ini menyebar cepat, sulit ditarik kembali, dan bisa merusak reputasi pribadi maupun organisasi dalam waktu singkat.
Siapa sangka deepfake bisa menjadi alat propaganda yang sangat merusak? Ingat tentang video deepfake yang menampilkan pejabat publik seperti mantan presiden Soeharto dan Jokowi? Ingat betapa hebohnya video tersebut ketika diberitakan media? Nah, itulah contoh manipulasi politik gara-gara deepfake.
Dampaknya besar, mulai dari menyebarkan pidato palsu, menggiring opini publik dengan narasi yang direkayasa, hingga memperburuk konflik sosial.
Deepfake juga sudah merambah penipuan identitas. Ingatkah kamu dengan modus penipuan mama minta pulsa? Di zaman sekarang, penipuan tersebut sudah naik tingkat berkat deepfake. Pelaku bisa menyamar secara visual dan audio untuk menginstruksikan sesuatu yang membuat korban panik.
Contohnya, permintaan transfer dana mendesak, perubahan informasi rekening, sampai permintaan kredensial rahasia seperti nomor kartu kredit atau OTP.
Deepfake wajah dan suara juga sering digunakan untuk menipu pihak layanan keuangan. Contohnya untuk mengajukan pembukaan rekening atau asuransi dengan identitas hasil rekayasa.
Kasus-kasus ini tidak hanya merugikan korban yang identitasnya dicuri, tapi juga membahayakan bisnis karena menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap platform digital.
Kabar baiknya, teknologi AI saat ini juga diciptakan untuk melawan konten deepfake yang semakin merajalela.
Memeriksa kejanggalan per frame video seperti bayangan tidak sinkron, ekspresi wajah yang tidak wajar, atau pergerakan mata yang aneh.
Mendeteksi artefak digital seperti noise, pixel tak wajar, atau pattern hasil face swap dan morphing.
Berbicara tentang penipuan deepfake pada ranah transaksi digital, kamu bisa mencegahnya dengan satu cara penting: Memilih platform keuangan yang mengedepankan keamanan.
Perhatikan aspek ini di platform transaksi-mu:
Platform yang terpercaya akan selalu meminta verifikasi wajah atau biometrik sebagai langkah awal saat pendaftaran maupun sebelum melakukan transaksi besar.
Ini penting karena metode verifikasi wajah jauh lebih sulit dipalsukan dibandingkan password atau OTP. Dengan teknologi liveness detection yang ada pada verifikasi wajah, sistem bisa memastikan bahwa kamu adalah orang yang benar-benar hadir secara fisik, bukan wajah hasil manipulasi, topeng silikon, atau deepfake.
Sistem keamanan yang baik tidak bergantung pada satu metode saja. Semakin banyak lapisan, semakin aman akun kamu.
Contohnya: Gabungan Face ID + OTP atau kombinasi antara biometrik dan perangkat yang sudah terverifikasi.
Di sinilah teknologi dari VIDA bisa membantu platform keuangan memberikan keamanan ekstra.
VIDA menghadirkan dua teknologi otentikasi berbasis identitas yang dirancang untuk memberikan perlindungan menyeluruh terhadap akun digital kamu:
Teknologi autentikasi berbasis wajah yang terhubung langsung dengan identitas digital pengguna. Dengan sekali scan wajah, platform bisa memverifikasi bahwa kamu adalah pemilik sah akun tersebut—bahkan saat digunakan kembali di waktu yang berbeda.
Otentikasi berbasis perangkat. Setiap kali kamu melakukan aktivitas penting, sistem akan memverifikasi apakah perangkat (ponsel, browser, atau aplikasi) yang digunakan memang milik kamu. Ini mempersulit upaya pembajakan dari perangkat asing.
Kalau deepfake tidak bisa dicegah oleh platform keuangan, bayangkan jika kamu membuka akun bank atau mendaftar pinjaman online, lalu wajah kamu disalahgunakan oleh pihak tak dikenal.
Oleh karena itu, platform yang menggunakan teknologi seperti liveness detection, face matching, dan anti-manipulation AI bisa menyaring wajah deepfake dari pengguna asli. Inilah kenapa penting untuk mencari aplikasi keuangan yang benar-benar mengutamakan keamanan biometrik, bukan cuma kecepatan proses.
Kita mungkin tidak bisa menghentikan seluruh konten deepfake di internet. Namun, kita bisa mencegah agar deepfake tidak merusak identitas, reputasi, dan sistem keuangan.