Mau bikin foto yang out of the box? Gampang, tinggal edit pakai AI. Tidak perlu pakai aplikasi rumit untuk membuatnya, sebab saat ini sudah tersedia banyak sekali aplikasi edit foto AI.
Entah untuk bikin wajah jadi tua, muda, anime, atau bahkan swap dengan tokoh terkenal, edit foto jadi AI jadi hiburan yang cukup populer. Bahkan sempat ada tren AI di mana kita bisa menggabungkan foto masa kini dan masa kecil kita. Menarik, ya!
Mungkin kita sudah paham bahwa edit foto pakai AI menyimpan risiko yang cukup berbahaya, terutama terkait identitas kita. Contohnya adalah potensi penyalahgunaan data wajah yang bisa berujung pada pencurian identitas, pemalsuan digital, bahkan deepfake fraud.
Artikel ini akan membahas secara tuntas risiko umum dari edit wajah AI, kenapa kamu harus mulai hati-hati, dan apa yang bisa kamu lakukan agar identitas tetap aman di era teknologi canggih ini.
Edit wajah AI adalah proses mengubah tampilan wajah menggunakan kecerdasan buatan. Prosesnya cukup mudah, kamu hanya mengunggah selfie ke aplikasi AI seperti ChatGPT atau Gemini.
Lalu, kamu bisa mengubah ekspresi wajah, mengubah wajah-mu jadi wajah orang lain, mengedit dengan foto orang lain, hingga menggerakkan foto menjadi video.
Teknologi ini menggunakan GAN (Generative Adversarial Network) atau teknik deep learning lain untuk menghasilkan hasil edit yang tampak sangat realistis.
Namun, semakin realistis konten yang dihasilkan, artinya semakin mudah konten buatan AI tersebut disalahgunakan.
Berikut beberapa risiko maraknya edit wajah AI:
Teknologi deepfake saat ini bisa meniru wajah dan suara hanya dari potongan video dan foto. Dengan edit wajah AI, kamu memberi “bahan mentah” bagi penipu untuk membuat versi palsumu yang meyakinkan.
Contoh kasus: Di India dan Tiongkok, ada laporan penipuan transfer uang dari perusahaan akibat video deepfake bos perusahaan. Ini menunjukkan, edit wajah AI telah menjadi cara penipuan baru.
Laporan dari Cybersecurity Ventures memprediksi kerugian global akibat kejahatan siber akan mencapai USD 10,5 triliun per tahun pada 2025, dan deepfake menjadi salah satu pendorong utama.
Indonesia sangat rentan dan belum siap menghadapi deepfake. Survei VIDA menunjukkan 90% profesional bisnis di Indonesia tidak tahu cara melindungi perusahaan mereka dari ancaman deepfake.
Wajahmu adalah bagian dari data biometrik yang bisa digunakan untuk membuka akun, login aplikasi, bahkan tanda tangan digital. Kalau kamu mengunggah wajah ke aplikasi AI yang tidak jelas keamanannya, data wajahmu bisa disalahgunakan untuk transaksi keuangan ilegal.
Contoh transaksi keuangan ilegal adalah membuka akun pinjaman online, klaim asuransi palsu, hingga transaksi ilegal dengan identitasmu.
Menurut riset yang dimuat dalam whitepaper VIDA, manipulasi wajah atau dokumen kini termasuk dalam kategori ancaman nyata. Faktanya, lebih dari 95 % bisnis telah menghadapi pemalsuan dokumen atau identitas.
Industri seperti fintech, keuangan, e-commerce, dan telekomunikasi menjadi target utama karena ketergantungan pada data biometrik dan proses online.
Banyak aplikasi populer edit wajah AI tidak transparan soal apa yang mereka lakukan terhadap data wajahmu.
Di bulan April 2025, Digital Journal mengungkapkan bahwa ketika kamu mengunggah foto ke aplikasi atau layanan generatif AI, itu berarti kamu menyerahkan data wajah. Banyak layanan AI image‑generator menyimpan atau memakai foto itu untuk kepentingan mereka.
Lalu, ingat dengan tren edit foto AI Ghibli style? Nah, UAE memperingatkan adanya risiko penyalahgunaan foto pengguna oleh aplikasi AI.
Sebuah laporan dari Mozilla Foundation (2023) menyebutkan bahwa sebagian besar aplikasi AI populer gagal menunjukkan bagaimana data pengguna digunakan dan disimpan.
Edit wajah AI bukan cuma mainan digital. Sekali data wajah tersebar, kamu tidak bisa “mengganti wajah” seperti ganti password. Sekali wajahmu bocor, semakin besar risiko penyalahgunaan yang kamu alami.
Cara terbaik untuk terhindar dari penyalahgunaan AI memang adalah tidak menggunakan edit wajah AI sama sekali. Namun, berikut beberapa cara yang bisa kamu lakukan:
Banyak aplikasi dan situs edit wajah berbasis AI yang menyimpan data pengguna tanpa transparansi, terutama jika aplikasi atau situs tersebut tidak terlalu populer. Pastikan kamu mencari tahu dulu ke mana fotomu akan disimpan ketika menggunakan aplikasi tersebut.
Di zaman transaksi serba digital, kombinasi KTP dan wajah adalah identitas lengkap yang bisa dicuri. Hindari berbagi atau mengunggah KTP dan dokumen penting lainnya ke platform sembarangan.
Gunakan autentikasi dua faktor (2FA) pada setiap akunmu untuk memastikan bahwa hanya kamu yang bisa mengakses akun penting — bahkan jika data pribadi-mu bocor.
Liveness detection adalah teknologi yang ada pada sistem verifikasi identitas—sistem yang memeriksa keaslian identitasmu, biasanya terdapat pada aplikasi keuangan seperti bank atau pinjaman online.
Liveness detection bisa membedakan wajah manusia sungguhan dengan hasil edit wajah AI (deepfake), topeng, atau rekaman layar. Ini penting terutama untuk transaksi keuangan, KYC, dan onboarding digital.
Seiring meningkatnya serangan berbasis AI, perusahaan tidak bisa lagi hanya mengandalkan verifikasi konvensional seperti username, password, atau OTP. Untuk mencegah kerugian finansial dan reputasi akibat penyalahgunaan identitas, bisnis membutuhkan sistem autentikasi yang mendeteksi siapa yang benar-benar melakukan transaksi.
Di sinilah dua teknologi VIDA yakni FaceToken dan PhoneToken menjadi solusi bagi bisnis dari risiko edit wajah AI:
FaceToken adalah teknologi autentikasi biometrik berbasis wajah yang dikombinasikan dengan liveness detection. Ini memastikan bahwa setiap transaksi hanya dapat dilakukan oleh pengguna yang benar-benar hidup dan hadir saat itu juga, bukan oleh deepfake, video rekaman, atau topeng silikon.
PhoneToken adalah lapisan keamanan berbasis perangkat yang memastikan bahwa semua transaksi hanya bisa dilakukan dari HP pengguna yang dipakai untuk mendaftar akun. Jadi, HP lain tidak bisa digunakan untuk mengakses akun bank tersebut.
Edit wajah AI memang menghibur, tapi apakah kamu yakin memberikan wajahmu secara cuma-cuma untuk membuka risiko penyalahgunaan data pribadi?