BLOG | VIDA DIGITAL IDENTITY

Ketika Telah Menjadi Ancaman, Apakah Deepfake Tetap Menjadi Hiburan?

Written by VIDA | 2024 Apr 23 03:00:00

Deepfake semakin mudah dibuat berkat perkembangan software dan banyaknya foto yang beredar di internet. Berdasarkan data Reality Defender tahun 2023, video palsu yang dibuat menggunakan teknologi deepfake melonjak 900%. Orang-orang menggunakan deepfake untuk hiburan seperti menempelkan wajah mereka di wajah artis favorit mereka atau meniru suara tokoh terkenal. Artinya, deepfake tidak lagi dianggap sebagai teknologi sulit, melainkan hobi baru yang menghibur. 

Setidaknya ada 3 jenis deepfake yang bisa kita temukan di media sosial, yakni Face Swap, Voice Cloning Deepfake, dan AI-Generated Content. Jutaan konten sudah dibuat menggunakan teknologi tersebut, mulai dari hiburan semata hingga yang menimbulkan kontroversi. Beberapa orang terkenal yang pernah dibuatkan deepfake adalah Tom Cruise, Elon Musk, Volodymyr Zelenskyy, hingga presiden Indonesia Joko Widodo. Jika hanya untuk hiburan, deepfake memang seru. Tapi sayangnya, kini deepfake menjadi ancaman keamanan data.

Pada survey di tahun 2022 yang melibatkan 125 ahli keamanan siber, 66% mengatakan telah mengalami kejahatan siber dengan deepfake. PBB juga mengeluarkan laporan di tahun 2024 yang menunjukkan penipuan siber di Asia Tenggara semakin bervariasi yakni penipuan perbankan online, blockchain, transaksi cryptocurrency, dan kejahatan siber lainnya. Di Indonesia, sebuah bank pernah melaporkan penipuan berupa pengajuan kredit yang ternyata menggunakan deepfake. 

Saat ini, deepfake memang telah disalahgunakan untuk menipu proses verifikasi. Ketika mendaftar sebuah aplikasi lewat handphone, Anda pasti selalu melewati tahap selfie yang disebut verifikasi biometrik. Pada tahap ini, sistem aplikasi tersebut mengidentifikasi apakah benar Anda adalah pemilik data pribadi yang didaftarkan. Namun, proses ini menjadi tidak aman ketika wajah Anda bisa diganti oleh deepfake. Segawat apa ancaman deepfake untuk bisnis? 

Data dari Finextra menunjukkan lonjakan kerugian bisnis akibat deepfake dari $243,000 menjadi $35 juta. Namun, dampaknya tidak sebatas kerugian finansial. Serangan deepfake pada bisnis dapat mengakibatkan penurunan kepercayaan konsumen, biaya pemulihan reputasi yang mahal, hingga pemecatan karyawan. Rata-rata biaya penanganan pelanggaran data pada tahun 2023 meningkat menjadi USD 4,45 juta yang termasuk biaya untuk deteksi, respons, mitigasi, dan penanganan dampak pelanggaran tersebut. Sayangnya, banyak industri kurang memiliki pengetahuan yang memadai tentang teknologi deepfake dan teknik penipuan. 

Lalu sampai batas mana deepfake bisa digunakan secara etis? Sejauh ini, industri film dan influencer visual dianggap paling aman untuk menggunakan deepfake. Contoh dalam industri film adalah pada The Mandalorian (Star Wars series) ketika tokoh Luke Skywalker muda muncul diperankan oleh Mark Hamill yang saat itu sudah tua. 

Pada bidang marketing, deepfake telah digunakan untuk membuat influencer virtual. Influencer buatan ini memiliki penampilan dan kepribadian yang mirip dengan manusia, hanya saja sepenuhnya dibuat menggunakan AI. Biaya untuk influencer virtual disebut-sebut lebih murah daripada influencer manusia karena seluruhnya menggunakan AI. Perusahaan menggunakan influencer virtual untuk kampanye marketing, launching merek, hingga brand ambassador.  

Ketika inovasi deepfake memberikan sejumlah manfaat, penting juga untuk memberikan batasan agar deepfake tidak menjadi sumber kejahatan. Sebab, ketika deepfake telah menjadi ancaman, masih pantaskah ia disebut hiburan?