Bermodal aplikasi gratis, orang-orang bisa bikin konten AI yang kelihatan nyata. Yang terbaru, kamu bisa mengedit foto-mu seolah-olah berpose dengan artis terkenal atau menggabungkan foto masa kecil dan fotomu saat ini. Sekilas, konten AI yang disebut deepfake ini seru, ya?
Tapi bagaimana jika seseorang menggunakan AI untuk meniru foto KTP-mu lalu membuat akun pinjaman online tanpa sepengetahuanmu?
Yap, penggunaan deepfake bukan lagi hiburan semata. Deepfake jadi cara penipuan sekarang. Di Indonesia, tren kejahatan siber melonjak drastis. Menurut laporan BSSN (2024), terdapat lebih dari 403 juta anomali trafik serangan siber yang tercatat dalam satu tahun yang memanfaatkan celah pada sistem verifikasi yang tidak bisa membedakan manusia dengan deepfake.
Ada solusi untuk mencegah penipuan ini, yakni penggunaan liveness detection pada sistem verifikasi identitas di sebuah aplikasi.
Ketika mendaftar bank, pinjaman online, atau paylater, pernahkah kamu diminta untuk selfie dengan menggerakkan kepala ke kanan-kiri atau berkedip? Nah, itulah liveness detection. Bagaimana teknologi ini melindungi wajahmu dari penipuan deepfake? Yuk, simak penjelasannya!
Liveness detection adalah teknologi yang digunakan untuk memastikan bahwa seseorang yang sedang melakukan verifikasi identitas benar-benar manusia hidup, bukan foto, video, topeng, atau deepfake.
Apa bedanya dengan verifikasi wajah biasa?
Kalau verifikasi standar hanya mencocokkan wajah dengan foto di KTP, liveness detection memastikan bahwa wajah tersebut benar-benar hidup, hadir saat itu juga, dan tidak bisa ditiru oleh AI atau software apapun.
Liveness detection ini sangat penting pada proses verifikasi identitas, terutama untuk mencegah penipuan. Sebab, kasus penipuan menggunakan wajah palsu atau identitas sintetis mulai mencuat di Indonesia, terutama dalam industri pinjaman online dan layanan finansial digital.
Contoh kasusnya:
Bahkan survei VIDA menunjukkan 90% profesional bisnis di Indonesia tidak tahu cara melindungi perusahaan mereka dari ancaman deepfake.
Bagaimana cara liveness detection membedakan bahwa yang sedang melakukan verifikasi identitas benar-benar manusia hidup?
Teknologi ini bekerja dengan mendeteksi respons biologis dan pola alami manusia. Respons yang dimaksud adalah pergerakan mata, kedalaman wajah, mikro ekspresi, dan pantulan tekstur kulit. Semua ini hanya dimiliki oleh wajah manusia, bukan deepfake.
Jika liveness detection mendeteksi deepfake atau wajah palsu, maka secara otomatis sistem akan menolak verifikasi. Beberapa cirinya adalah:
Secara tidak sadar, kamu pasti sudah menggunakan liveness detection. Coba lihat daftar transaksi atau aktivitas ini dan lihat apakah kamu sudah melakukannya:
Liveness detection penting banget dalam pengajuan pinjaman online di fintech. Pernah dengar kasus pinjol ilegal yang menggunakan KTP orang lain untuk mengajukan pinjaman?
Nah, dengan liveness detection, sistem tidak cuma mencocokkan wajah di KTP dan selfie kamu, tapi juga memastikan wajah tersebut hidup dan hadir secara langsung saat verifikasi. Sehingga, meski KTP-mu dicuri (amit-amit, ya), tidak akan bisa digunakan untuk mendaftar layanan keuangan.
Bank dan bank digital juga pakai liveness detection untuk register, loh. Bahkan, digunakan juga untuk login mobile banking.
Tahukah kamu kalau beberapa bank di Singapura, India, dan Malaysia sudah meninggalkan password dan OTP untuk login? Mereka cukup buka aplikasi dan login pakai wajah.
Tapi kalau cuma pakai wajah, bisa saja penipu menggunakan wajah palsu. Karena itu, bank mulai menerapkan liveness detection, supaya login hanya bisa dilakukan oleh wajah manusia hidup, bukan hasil cetak atau video.
Kamu mungkin pernah mendaftar akun reksadana atau asuransi secara online. Coba ingat-ingat, pasti kamu juga melakukan verifikasi identitas dengan foto KTP dan foto selfie. Nah, ketika foto selfie, itu juga menggunakan liveness detection. Tujuannya supaya sistem bisa memastikan hanya kamu yang bisa mengakses akun.
Tanpa liveness detection, bisa aja ada yang menggunakan datamu dan mengklaim dana atas nama kamu.
Untuk pengiriman barang bernilai tinggi (seperti barang elektronik, perhiasan, atau dokumen hukum), beberapa e-commerce atau jasa logistik kini menerapkan verifikasi kurir dan penerima dengan liveness detection.
Ini artinya, saat barang dikirim atau diterima, sistem akan memverifikasi apakah orangnya benar dan bukan hanya “ngaku-ngaku” aja.
Tanpa liveness detection, sistem verifikasi identitas digital sangat rentan dibobol. Sebab banyak platform hanya mengandalkan foto wajah, password, atau OTP, yang semuanya bisa dipalsukan, dicuri, atau diretas. Berikut adalah risiko nyata yang bisa terjadi:
Tanpa kemampuan membedakan antara wajah asli dan wajah hasil manipulasi AI, sistem akan menganggap wajah palsu sebagai pengguna yang sah.
Bayangkan ada yang membuat KTP digital hasil editan, lalu mengunggahnya ke platform keuangan. Tanpa liveness check, sistem mungkin akan menerima dokumen tersebut, padahal foto di KTP adalah hasil generate AI.
OTP bisa dicuri lewat serangan SIM swap, phishing, atau malware. Jika sistem tidak memiliki lapisan liveness, maka hacker bisa login ke akun kita cukup dengan pakai OTP.
Jika platform bisnis yang berkaitan dengan konsumen membiarkan penipu masuk karena sistem verifikasi yang lemah, maka kepercayaan pengguna akan turun drastis dan biaya mitigasi bisa sangat mahal.
VIDA menghadirkan solusi liveness detection yang telah tersertifikasi iBeta Level 2 PAD, standar internasional tertinggi untuk pengujian anti-spoofing.
Menghadapi ancaman penipuan deepfake, liveness detection dari VIDA menjadi solusi nyata untuk mendeteksi dan menghentikan penipuan sebelum terjadi.