BLOG | VIDA DIGITAL IDENTITY

Mendeteksi Penyebaran Covid-19 dengan Identitas Digital

Written by VIDA | 2020 Jun 6 17:00:00

Pandemi Covid-19 berdampak luas di berbagai negara dunia. Peristiwa ini membuat negara-negara di dunia mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mendeteksi penyebaran virus tersebut. Salah satunya dengan pemanfaatan identitas dalam melacak kontak para pengguna dengan pasien yang terjangkit Covid-19. Tujuannya adalah untuk menahan penyebaran virus sehingga tidak meluas ke masyarakat.

 

Kisah Sukses Negara Asia Timur Mencegah Penyebaran Covid-19 dengan Identitas Digital

Sukses tidaknya sebuah negara dalam menerapkan metode pelacakan yang berbasis teknologi maupun aplikasi identitas digital, tergantung pada faktor-faktor internal mereka sendiri. Melansir dari Harvard Business Review dalam sebuah tulisan berjudul ‘How Digital Contact Tracing Slowed Covid 19 in East Asia di antaranya terdapat tiga faktor utama.

 

Mulai keberadaan infrastruktur teknologi digital yang mumpuni dan bagaimana teknologi tersebut diadopsi oleh masyarakat. Lalu, yang paling penting adalah terdapat sinergi baik antara pemerintah maupun pihak swasta dalam pengembangan teknologi tersebut.

 

1. Infrastruktur dan Teknologi Digital yang Mumpuni

 

Negara di Asia Timur cenderung lebih siap dalam menghadapi pandemi Covid-19. Contohnya saja adalah Korea Selatan yang dinilai agresif dalam merespon pandemi tersebut. Di sini Korea Selatan telah belajar dari merebaknya virus MERS pada tahun 2015 lalu. Begitu pula dengan Taiwan yang juga pernah mengalami wabah virus SARS tahun 2003. Peristiwa di dua negara tersebut memberikan substansi besar bagi sistem penanggulangan bencana termasuk pandemi dengan memanfaatkan teknologi.

 

Hal serupa juga dilakukan oleh Cina yang disinyalir sebagai ‘negara asal’ Covid-19. Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis esai tersebut mengemukakan bahwa Cina lebih siap dari segi infrastruktur teknologi. Tidak hanya sebatas pada pelacakan saja, beberapa perusahaan teknologi asal Cina juga mengembangkan fitur facial recognition dan melakukan optimalisasi sistem kecerdasan buatan (Artificial Intelligence / AI) mereka.

 

Perusahaan teknologi besar di Cina seperti SenseTime dan Megvii bahkan mengembangkan apa yang mereka sebut dengan ‘AI Sebagai Solusi Pencegahan Pandemi’. Di mana cara kerjanya adalah mengintegrasikan algoritma kecerdasan buatan dengan teknologi termal inframerah dalam mengidentifikasi pasien. Alhasil, metode tersebut maupun fitur facial recognition dinilai sukses dalam mendukung pemerintah melakukan pelacakan pasien maupun seseorang terinfeksi Covid-19 dengan cepat.

 

2. Adopsi Teknologi yang Masif

 

Teknologi secanggih apapun yang dibuat, tentu tidak akan berjalan efektif apabila tidak memberikan dampak nyata bagi masyarakat. Di sinilah pengadopsian platform teknologi berperan penting dalam memerangi penyebaran Covid-19. Semakin banyak masyarakat mengenal dan mengaplikasikan teknologi dalam pelacakan, maka akan semakin baik pula dalam memerangi pandemi ini.

 

Kita dapat melihat contoh di Singapura. Masyarakat di negara tersebut didorong penuh oleh pemerintah untuk menggunakan aplikasi ‘TraceTogether’. Penggunaan aplikasi tersebut rupanya disambut baik oleh masyarakat Singapura. Sebagaimana dilaporkan oleh Nikkei Asian review, lebih dari 70% masyarakat Singapura mendukung kebijakan tersebut.

 

Hongkong juga mencoba mengadopsi sebuah teknologi yang mudah diakses oleh masyarakat mengenai informasi penyebaran Covid-19 yakni aplikasi ‘StayHomeSafe’. Pemerintah Hongkong memberlakukan kebijakan bagi pendatang untuk mengunduh aplikasi tersebut. Nantinya, para pendatang tersebut akan diberikan gelang untuk mempermudah pelacakan dan pengawasan dalam masa karantina. Bagi siapa saja yang melanggar aturan karantina tersebut akan dikenai sanksi berupa kurungan penjara selama enam bulan dan denda sebesar 3.200 Dolar Hongkong.

 

3. Sinergi yang Baik Pihak Pemerintah dengan Swasta

 

Faktor terakhir suksesnya negara di Asia Timur dalam menggunakan teknologi identitas digital dalam memerangi penyebaran virus corona adalah hubungan baik pemerintah dan swasta. Untuk kasus Cina semisalnya, pemerintah memiliki pembatasan informasi terhadap masyarakat. Sehingga, tekanan dari dunia internasional maupun masyarakatnya kian merebak.

 

Dorongan untuk transparansi data pun semakin menguat. Pemerintah Cina sebenarnya tidak memiliki respon pandemi yang baik melalui identitas digital. Justru perusahaan teknologi seperti Alibaba dan Tencent lah yang memiliki andil besar dalam pemberian masukan data identitas digital masyarakat.

 

Melihat betapa besarnya pengaruh perusahaan teknologi tersebut dalam menghadapi pandemi ini, akhirnya membuat pemerintah Cina lebih longgar dalam bekerjasama membuat sebuah sistem pelacakan secara digital. Melalui pendekatan yang bersifat teknokratik seperti inilah pada akhirnya dapat menciptakan sebuah sinergitas untuk memerangi ‘musuh bersama yang tak nampak’ ini dengan baik.

 

Peran penting pemerintah lainnya adalah dengan membuat protokol dengan serinci mungkin terkait langkah apa yang harus dilakukan. Setelah protokol tersebut dibuat, barulah giliran perusahaan teknologi mengembangkan aplikasi mereka dalam mencegah penyebaran Covid-19.

 

Peranan Identitas Digital dalam Pelacakan Covid 19 bagi Perusahaan

Pertanyaan lainnya yang sering menjadi perbincangan publik akhir-akhir ini, bisakah identitas digital digunakan dalam melacak seseorang yang terinfeksi Covid-19 di sektor perusahaan dan bisnis? Pertanyaan ini menjadi penting, sebab perusahaan maupun perindustrian berpotensi menjadi klaster penyebaran Covid-19.

 

Ternyata jawaban pertanyaan itu adalah bisa. Caranya adalah dengan menerapkan protokol kesehatan perusahaan juga harus menyediakan platform digital untuk proses pelacakan. Contohnya saja dengan menerapkan kode QR maupun fitur biometrik pemindai wajah di setiap pos masuk kawasan industri.

 

Dalam tulisannya yang berjudul ‘Three Ways Digital Identity Combating the Covid 19 Crisisyang dirilis Finovate, David Penn mengemukakan tiga cara penanggulangan virus tersebut bagi perusahaan maupun dunia industri yang banyak kontak langsung dengan masyarakat di antaranya sebagai berikut:

 

1. Siapa Pembawa Virus / Carrier?

 

Langkah pertama dalam mencegah penyebaran Covid-19 di masyarakat adalah dengan metode test and trace. Metode ini diterapkan oleh Korea Selatan dalam menurunkan kurva penyebaran. Strategi ini berdasarkan identifikasi secara akurat terhadap mereka yang terinfeksi virus Corona dan melakukan pelacakan menggunakan identitas digital terhadap siapa saja mereka yang pernah kontak dengan orang yang terjangkit atau carrier. Dengan demikian, dapat mempermudah dalam melakukan pengujian.

 

Sebagai contoh, kita dapat melihat bagaimana strategi tersebut juga diterapkan oleh Cina. Negeri Tirai Bambu ini selain melakukan pemeriksaan suhu tubuh di tempat strategis seperti restoran, pusat perbelanjaan, dan instansi pemerintahan yang menyelenggarakan pelayanan publik. Para petugas juga akan meminta kode QR dari para pengunjung dan masyarakat.

 

Tujuannya, ketika mengetahui seseorang yang terindikasi terjangkit Covid-19 nantinya dapat dilacak pergerakannya. Dari situ, identitas digital itu digunakan sebagai data awal untuk melakukan pelacakan terhadap beberapa orang yang kontak langsung dengan si pasien pertama tadi.

 

Metode seperti ini pun juga akan diadopsi oleh negara-negara Barat. Bahkan diberitakan pula Apple dan Google mencoba untuk berkolaborasi dalam mengembangkan metode tersebut. Nantinya, perangkat seperti smartphone yang telah terdaftar menggunakan identitas digital dapat digunakan dalam melakukan pelacakan awal.

 

2. Ketahui Dampak Lain

 

Bagi para karyawan, bekerja di tengah masa pandemi menjadi tantangan tersendiri. Begitu juga ketika mereka melakukan akses pelayanan publik seperti perbankan dan transaksi langsung lainnya. Terutama bagi perusahaan kecil dan karyawannya dalam mengakses bantuan terdampak pandemi semisalnya.

 

Di sini identitas digital selain bermanfaat untuk meminimalisir penyebaran Covid-19 juga dapat menanggulangi dampak lain di balik virus tersebut. Khususnya di ranah sosial bagi mereka yang terdampak. Pentingnya identitas digital di sini penting juga digunakan untuk melacak data penerima bantuan bagi mereka yang terdampak maupun pada saat pemberian dana bantuan bagi UMKM.

 

Terlebih bagi perusahaan yang bergerak di bidang finansial maupun perbankan yang telah ditunjuk oleh instansi pemerintah. Penggunaan big data dan identitas digital secara terpadu dapat meminimalisir risiko salah sasaran terhadap bantuan yang diberikan. Begitu pula dengan risiko penyelewengan bantuan tersebut oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

 

3. Perlindungan Data Digital bagi Karyawan

 

Pandemi Covid-19 membuat aktivitas perusahaan semakin diperketat. Termasuk dalam menyelenggarakan pertemuan dengan orang banyak untuk rapat semisalnya. Mengatasinya, perusahaan pun perlu memiliki platform yang mendukung untuk keperluan meeting jarak jauh untuk mencegah penyebaran virus.

 

Perusahaan pun memiliki tantangan bagaimana memasukkan identitas digital karyawan dalam sebuah platform digital yang aman digunakan. Hal itu tidaklah mengherankan, sebab beberapa waktu belakangan publik telah ramai dengan kabar peretasan di platform Zoom. Oleh karena itu, pihak perusahaan setidaknya memiliki proses otentikasi yang baik saat menggunakan platform agar identitas digital karyawannya menjadi aman dari peretasan.

 

Studi Kasus Penggunaan Identitas Digital di Beberapa Negara

Penggunaan identitas digital dalam pelacakan kontak pasien Covid-19 telah membuahkan hasil. Di beberapa negara, hal itu terbilang sukses untuk memberikan sebuah peringatan terhadap para pengguna terkait risiko yang dihadapi. Misalnya apakah pengguna tersebut pernah kontak langsung atau tidak. Setidaknya, berikut beberapa contoh penggunaan identitas digital untuk memerangi penyebaran Covid-19.

 

1. Indonesia

 

Sebagai negara dengan tingkat penyebaran virus Covid-19 yang tinggi di Asia Tenggara, pada akhirnya membuat pemerintah membuat sebuah aplikasi pelacakan dengan mengadopsi data identitas digital. Aplikasi bernama PeduliLindungi yang dirilis oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia ini memiliki kemampuan untuk mengawasi dan melacak pasien positif virus corona selama 14 hari ke belakang.

 

Konsep dari aplikasi tersebut yakni metode trace together. Aplikasi ini digunakan dengan meminta nomor ponsel pengguna sebagai identitas digital secara sukarela untuk melakukan pelacakan. Kemudian, aplikasi ini dapat memunculkan rekam jejak dari mobilitas pengguna tersebut.

 

Nantinya, nomor ponsel yang sudah didaftarkan tadi akan dihubungi pihak otoritas kesehatan. Dengan catatan apabila pengguna pernah berhubungan atau kontak maupun berdekatan dengan pasien terjangkit virus corona.

 

Selain itu, aplikasi mengharuskan penggunanya menyalakan bluetooth. Metode trace together ini akan otomatis bertukar informasi yang berdekatan dengan pemegang identitas digital secara anonim. Pertukaran informasi ini akan terenkripsi pada smartphone masing-masing pemegang nomor sebagai identitas digital.

 

Dengan metode tersebut, otoritas kesehatan dapat mengetahui secara langsung dan melacak siapa saja orang yang pernah berdekatan dengan pengguna untuk diberikan peringatan dini dan langsung menjalani isolasi. Untuk kerahasiaan data, dapat dibilang aman dan otoritas kesehatan tidak dapat mengakses data pengguna secara langsung.

 

Kecuali jika pengguna memberikan izin otoritas membuka data pribadi pada identitas digital tersebut. Kemudian, bila pengguna terjangkit virus corona dapat mengunggah data yang sudah terenkripsi dengan baik dan tersimpan dalam smartphone pengguna untuk diakses oleh otoritas kesehatan guna penanganan dan perawatan lebih lanjut.

 

2. India

 

Negara berkembang yang terdampak cukup parah oleh Covid-19 adalah India. India menerapkan sistem pelacakan dengan menggunakan aplikasi berbasis identitas digital yang disebut dengan ‘Aarogya Setu’. Sebagaimana diberitakan laman Live Mint, aplikasi yang diluncurkan pada 2 April 2020 lalu ini telah diunduh lebih dari 50 juta penggunanya.

 

Cara kerjanya sebenarnya hampir sama dengan aplikasi PeduliLindungi di Indonesia. Yakni menggunakan basis data lokasi dan bluetooth untuk melacak seseorang yang terjangkit virus Corona dan pernah melakukan kontak langsung dengan pengguna (dalam hal ini pengguna mendaftarkan diri dengan menggunakan identitas digital mereka). Termasuk pula pasien yang sedang menjalani karantina.

 

Bila dibandingkan dengan menggunakan proses pelacakan secara manual, jelas identitas digital yang terhubung dengan aplikasi dapat diandalkan. Sebab, hal itu dapat menghemat waktu dan tindakan penting yang perlu dilakukan dapat dikerjakan dengan cepat. Sehingga, masyarakat juga lebih waspada.

 

3. Korea Selatan dan Cina

 

Masih melansir dari Live Mint, selain sukses di India dan Indonesia, dua negara besar di Asia Timur yakni Korea Selatan dan Cina juga menerapkan metode pelacakan berbasis identitas tersebut. Di Cina, Komite Kesehatan Nasional setempat meluncurkan aplikasi bernama ‘Close Contact Detector’. Cara kerja Close Contact Detector sangat sederhana dan mudah. Para pengguna dapat mengakses dengan memindai kode QR dari identitas digital mereka lewat platform QQ, Alipay dan WeChat.

 

Di Korea Selatan, muncul aplikasi ‘Corona 100M’. Pada dasarnya baik aplikasi di Cina maupun Korea Selatan tersebut berprinsip sama yakni mengidentifikasi apakah seseorang memiliki risiko tinggi terinfeksi atau tidak melalui sistem pelacakan digital. Hanya saja, aplikasi yang ada di Korea Selatan ini memberikan notifikasi kepada para pengguna terkait pasien Covid-19 di sekitarnya hingga area paling dekat 100 meter.

 

Kesimpulan

Ulasan di atas pada memberikan gambaran bagaimana identitas digital tidak hanya berguna untuk keamanan transaksi keuangan dan transaksi secara online. Tetapi juga menjadi kunci sukses dalam mendeteksi penyebaran Covid-19 sehingga menekan laju infeksi virus.

 

Kini, negara-negara di Eropa seperti Inggris tengah mengembangkan aplikasi serupa. Italia pun mulai mencabut kebijakan lockdown setelah sukses menerapkan sistem pelacakan siapa saja yang terjangkit virus corona menggunakan aplikasi yang berbasis identitas digital.

 
 

Baca juga: Melindungi Data Konsumen di Era New Normal