Deepfake menjadi tantangan terhadap keamanan dan integritas transaksi keuangan digital. Deepfake, yang merupakan manipulasi konten gambar, audio, dan video menggunakan AI, kini menjadi celah baru bagi penipu di dunia transaksi keuangan digital. Bagaimana gambaran ancaman deepfake yang mengintai transaksi digital?
Nilai transaksi digital bank di Indonesia mencapai 58,478 triliun rupiah di tahun 2023, dan diperkirakan akan tumbuh 9,11% di tahun 2024. Saat ini, 72% konsumen Indonesia memilih cara digital untuk transaksi sehari-hari. Di tahun 2021, terdapat 47 juta masyarakat Indonesia yang memiliki rekening bank digital. Pergeseran cara bertransaksi keuangan masyarakat Indonesia juga mendorong sejumlah permintaan, seperti layanan yang dipersonalisasi, transaksi online yang aman, dan kerahasiaan data pribadi.
Deepfake adalah foto, video, dan audio palsu yang direproduksi dari sumber aslinya menggunakan kecerdasan buatan (AI). Konten hasil deepfake ini terlihat nyata dan mirip dengan sumber aslinya.
Awalnya, teknologi ini banyak digunakan dalam industri hiburan. Berdasarkan laporan Home Security Heroes, keberadaan video deepfake telah meningkat lebih dari 550% sejak 2019. Dengan berkembangnya teknologi, video deepfake inipun semakin sulit dideteksi.
Sayangnya, teknologi deepfake kini telah menjadi alat yang umum digunakan oleh pelaku kejahatan yang mengeksploitasi kerentanan sistem digital. Di sektor keuangan, deepfake digunakan untuk menyamar sebagai perwakilan bank, memalsukan detail transaksi, hingga mengakses akun nasabah.
Di tahun 2019, seorang karyawan di salah satu bank di Uni Emirat Arab dipecat gara-gara diduga menggunakan audio deepfake untuk meniru suara salah satu eksekutif perusahaan dan meminta untuk ditransfer 35 juta dollar.
Pada institusi keuangan, penipuan deepfake pada proses verifikasi maupun autentikasi biometrik membuat data pribadi dapat diakses tanpa izin pengguna. Tak hanya itu, penipu juga bisa membobol rekening yang tentu saja akan menyebabkan kerugian finansial. Tak hanya bagi pengguna, kerugian finansial juga turut menimpa instutisi keuangan yang terkait.
Merebaknya praktik penipuan deepfake yang menyebabkan kebocoran data membuat pengguna atau konsumen kehilangan kepercayaan pada layanan perbankan digital dan jasa keuangan.
Seiring dengan menurunnya kepercayaan konsumen, mungkin akan terjadi keengganan untuk mengadopsi teknologi keuangan inovatif, seperti perbankan seluler, pembayaran digital, dan platform investasi online. Ini dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan industri jasa keuangan.
Menurunnya kepercayaan pengguna atau konsumen berpengaruh terhadap reputasi perusahaan. Reputasi adalah sesuatu yang dibangun jangka panjang dengan aspek-aspek bisnis yang dimiliki. Sehingga, kerusakan reputasi akan berdampak besar bagi kinerja bisnis perusahaan.
Ketika sistem perbankan terganggu, kemungkinan besar operasional layanan tertentu harus dihentikan untuk sementara. Tujuannya untuk membatasi kebobolan lebih lanjut dan sebagai cara memitigasi risiko yang lebih besar. Hal ini tentu saja berpengaruh pada kepuasan pengguna.
VIDA Deepfake Shield adalah fitur keamanan terbaru dari VIDA yang melindungi sistem verifikasi biometrik dari serangan deepfake. Ada 2 jenis serangan deepfake, yakni:
Presentation Attack adalah upaya penipuan pada sistem autentikasi biometrik dengan cara menyajikan biometrik palsu. Biometrik tersebut berupa foto, topeng, atau penyamaran lain untuk mengecoh sistem biometrik.
Serangan ini lebih canggih daripada Presentation Attack. Serangan ini berupa injeksi kode atau perintah berbahaya ke dalam sistem biometrik untuk mendapatkan akses tidak sah dan memanipulasi sistem. Contohnya, penipu menginjeksikan audio deepfake ke dalam pengenalan suara (voice recognition) yang ada pada sistem verifikasi.
VIDA Deepfake Shield memiliki sejumlah keunggulan yakni:
Baca lebih lanjut tentang deepfake dan VIDA Deepfake Shield di sini