Sudah sejak lama, manusia mengenal tanda tangan sebagai lambang legalitas dan pengesahan Semua urusan yang melibatkan kesepakatan mulai dari kontrak, surat kuasa, hingga dokumen resmi.
Jika tanda tangan dipalsukan, efeknya bisa sangat fatal: dokumen dianggap tidak sah, kerugian finansial, hingga tuntutan pidana. Bahkan di era digital, risiko pemalsuan semakin tinggi. Ini tidak hanya berlaku pada dokumen fisik, tetapi juga dokumen elektronik.
Yuk, belajar sama-sama tentang pasal pemalsuan tanda tangan dan konsekuensinya agar dapat mencegahnya.
Secara hukum, tanda tangan, baik yang manual maupun bentuk digital merepresentasikan persetujuan dan komitmen seseorang terhadap isi dokumen. Artinya, ketika seseorang membubuhkan tanda tangan, dia menyatakan bahwa dokumen itu adalah benar dan ia bertanggung jawab atas isinya.
Lalu bagaimana dengan tanda tangan elektronik atau tanda tangan digital?
Dalam Undang‑Undang ITE, tanda tangan elektronik diakui sebagai bagian dari dokumen elektronik, sehingga memiliki kekuatan hukum selama memenuhi persyaratan autentikasi, keutuhan data, dan keterikatan identitas.
Berikut dasar hukum tanda tangan elektronik:
Tanda tangan digital sah secara hukum dan setara dengan tanda tangan basah, selama digunakan untuk verifikasi dan otentikasi dokumen elektronik.
Tanda tangan digital diakui secara hukum jika memenuhi syarat:
Ada 2 jenis tanda tangan digital yakni Tidak Tersertifikasi (tanpa Sertifikat Elektronik) dan Tersertifikasi (harus pakai Sertifikat Elektronik dari PSrE resmi).
Pemalsuan tanda tangan adalah perbuatan melawan hukum yang dapat dipidana ketika memenuhi unsur‑unsur tertentu. Baik yang memalsukan tanda tangan maupun orang yang menggunakan dokumen palsu bisa dikenai sanksi.
Beberapa poin penting tentang pemalsuan tanda tangan dan dokumen:
Berikut pasal-pasal utama yang dapat digunakan dalam penanganan kasus pemalsuan tanda tangan:
Contoh: seseorang memalsukan tanda tangan di kontrak jual beli agar dokumen tersebut tampak sah, lalu menjual barang tanpa izin pemilik asli. Jika terbukti, ini bisa dijerat Pasal 263 KUHP maupun UU ITE tergantung bentuk dokumen (fisik atau elektronik).
Salah satu cara mencegah pemalsuan tanda tangan di era kecanggihan teknologi adalah perusahaan perlu beralih dari tanda tangan basah konvensional ke solusi tanda tangan digital tersertifikasi yang sah.
Tanda tangan digital bukan sekadar yang dibuat secara digital. Tanda tangan ini hanya bisa diterbitkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik yang diawasi oleh Komdigi, salah satunya VIDA.
Nah, VIDA menyediakan tanda tangan digital untuk perusahaan, yakni Selfie Sign dan POA Sign. Berikut penjelasannya:
Selfie Sign adalah teknologi tanda tangan digital yang menggabungkan verifikasi biometrik wajah secara real-time dengan sertifikat elektronik pribadi.
Fungsinya:
Tanda tangan ini cocok untuk kebutuhan seperti penandatanganan perjanjian nasabah, transaksi bisnis jarak jauh, pengajuan atau persetujuan dokumen penting.
POA Sign (Power of Attorney Sign) memberi “kuasa” tanda tangan kepada sistem. Dalam hal ini, sistem sudah mengimplementasikan API VIDA. Sehingga bisa dikatakan bahwa POA Sign adalah solusi bagi perusahaan yang membutuhkan penandatanganan dokumen oleh pihak kuasa, misalnya legal officer, sekretaris perusahaan, atau perwakilan yang sah.
Fungsi POA Sign adalah mendukung alur delegasi kewenangan dalam hal pembubuhan tanda tangan. Namun, tetap saja setiap dokumen yang ditandatangani tetap dilindungi oleh sertifikat digital PSrE, serta mencatat siapa yang melakukan tanda tangan dan atas nama siapa.
POA Sign cocok digunakan untuk korporasi yang membutuhkan pendelegasian tanda tangan kepada banyak entitas internal. Contohnya adalah notaris, firma hukum, lembaga pemerintahan, atau institusi keuangan yang menangani dokumen atas nama nasabah.
Solusi ini menjadi relevan terutama dalam konteks ancaman hukum berdasarkan pasal pemalsuan tanda tangan yang dapat berdampak serius pada reputasi dan keberlangsungan bisnis. Dengan teknologi yang terverifikasi secara hukum dan biometrik, VIDA membantu perusahaan menghindari risiko pidana dan meningkatkan keamanan dalam proses administratif.