Di zaman yang serba digital seperti sekarang, banyak orang yang sudah mulai beradaptasi dengan teknologi. Khususnya generasi muda saat ini atau Gen-Z, yang juga disebut digital native karena sudah terbiasa dan melek teknologi sejak dini.
Meski begitu, berdasarkan survei yang dilakukan Komnas HAM pada 2020, Gen-Z dari usia 17-25 tahun merasa khawatir dengan keamanan data pribadi di internet, dan 78,4 persen di antaranya menganggap data pribadi yang terdapat di internet tidak aman. Selain itu, 30 persen Gen-Z tidak yakin data pribadi yang digunakan untuk aplikasi tidak terjamin kerahasiaannya, menurut survei Indikator Politik Indonesia.
Dengan adanya keraguan masyarakat dalam menggunakan layanan digital, VIDA mengajak pemerintah dan industri dalam peningkatan kesadaran perlindungan data pribadi dan digital trust atau kepercayaan digital dalam rangka World Data Privacy Day tanggal 28 Januari. Di Indonesia tengah marak terjadi kejahatan siber, seperti salah satunya pencurian dan penyalahgunaan identitas yang dikhawatirkan masyarakat. Dengan adanya hal ini, telah disahkan juga peraturan perlindungan data pribadi.
Tidak hanya di Indonesia. Berdasarkan studi National Cyber Security Alliance (NCSA), kalangan Gen-Z di Amerika Serikat dan Inggris juga cenderung pernah menjadi korban kejahatan siber dibanding generasi Baby Boomers.
Baca Juga: Apa itu Verifikasi, Fungsi, dan Cara Melakukannya
“Pola kebiasaan Gen-Z dalam beraktivitas di dunia maya lebih mudah dibentuk jika dibandingkan dengan generasi-generasi lainnya. Aktivitas ini tentu membawa banyak manfaat, tetapi juga ada ancaman tersendiri untuk keamanan data pribadi. Hal ini mengingat merekalah yang menjadi generasi pertama yang mengadopsi berbagai fitur-fitur terbaru. Tentunya hal ini perlu menjadi perhatian agar generasi-generasi muda tersebut dapat lebih mengenal potensi ancaman siber sehingga dapat memegang tanggung jawab yang lebih besar di masa yang akan datang,” ujar Adrian Anwar, Chief Revenue Officer VIDA menanggapi hal ini.
Masyarakat selaku pengguna layanan digital harus mengetahui pentingnya data pribadi. Di samping itu, para pelaku bisnis perlu menyediakan inovasi teknologi agar pengguna dapat melindungi data pribadi dan mengurangi risiko kejahatan siber. Gajendran Kandasamy selaku Co-Founder & Chief Operating Officer VIDA turut mengingatkan masyarakat akan pentingnya data pribadi.
Baca Juga: Contoh Verifikasi yang Aman dari Serangan Deepfake
“Kesadaran akan pentingnya data pribadi dapat dimulai dari ketelitian masyarakat khususnya generasi milenial dan Gen-Z sebelum memberikan konsen penggunaan data pribadi mereka. Masyarakat juga perlu memperhatikan ke mana mereka memberikan data pribadinya dan apakah pihak tersebut telah bersertifikasi dalam mengelola data pribadi penggunanya,” jelas Gajendran Kandasamy.
VIDA sebagai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE) yang tersertifikasi dan berinduk di bawah Kementerian Kominfo turut andil dalam keamanan data pribadi pengguna, seperti untuk layanan tanda tangan digital. Selain itu, produk VIDA juga sudah mendapat sertifikasi dari WebTrust, Adobe Approved Trust List, ISO 27001, dan Cloud Signature Consortium TSP sehingga dapat menambah digital trust bagi masyarakat untuk menggunakan tanda tangan digital. Adrian juga menambahkan bahwa VIDA saat ini berkomitmen untuk membawa masyarakat ke dalam ekosistem digital dan mewujudkan transformasi digital dan keamanan siber.
Telah berdiri sejak tahun 2018, VIDA merupakan PSrE yang sudah terdaftar di Kementerian Kominfo dan terpercaya menerbitkan sertifikat elektronik untuk tanda tangan digital tersertifikasi. VIDA juga menerapkan standar keamanan dunia, seperti Public Key Infrastructure, teknologi biometrik, dan keamanan jaringan. Dengan begitu, identitas pengguna layanan digital dapat terjamin sehingga meningkatkan digital trust.
Butuh informasi lebih lanjut? Klik di sini untuk info selengkapnya tentang tanda tangan digital VIDA Sign.