Pernah melihat video mantan presiden Amerika Serikat Barack Obama mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal? Mungkin Anda menemukan videonya di channel Youtube BuzzFeedVideo atau BBC News. Kok bisa seorang presiden melontarkan hal demikian?
Tenang, video tersebut palsu dan merupakan hasil dari deepfake. Deepfake adalah konten sintetis (buatan) yang dibuat melalui algoritma kecerdasan buatan (AI) untuk meniru gambar atau suara seseorang.
Teknologi deepfake menggunakan algoritma pembelajaran mesin yang canggih yakni Generative Adversarial Networks (GANs) untuk memanipulasi dan menimpa gambar, video, dan audio ke dalam konten yang ada. Berikut beberapa implementasi umum deepfake:
- Video Palsu: Video deepfake dapat diciptakan untuk menggambarkan individu mengatakan atau melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak mereka lakukan. Video-video tersebut dibuat untuk menyebarkan informasi palsu, merusak reputasi, atau bahkan mempengaruhi opini publik.
- Manipulasi Audio: Teknologi deepfake tidak terbatas pada konten visual, tetapi juga menghasilkan audio buatan. Deepfake dimanfaatkan untuk membuat rekaman audio palsu, seperti panggilan palsu atau pesan menyesatkan.
- Manipulasi Gambar: Deepfake dapat mengubah gambar atau foto hingga sulit dibedaka antara visual yang asli dan hasil manipulasi. Kasus ini sering terjadi pada saat proses verifikasi dan autentikasi biometrik pada aplikasi di handphone. Sehingga, kasus ini paling banyak memiliki implikasi yakni untuk pencurian identitas atau fraud.
Pada awalnya, deepfake tidak serta-merta digunakan untuk penipuan atau pemalsuan, melainkan untuk berbagai keperluan. Berikut contoh-contoh penggunaan deepfake:
1. Industri hiburanDi industri hiburan, teknologi deepfake dapat digunakan untuk berbagai tujuan, seperti menghidupkan kembali aktor yang telah meninggal secara digital atau menciptakan efek visual hyper-realistis. Contohnya di film the Mandalorian (Star Wars series) ketika tokoh Luke Skywalker muda muncul diperankan oleh Mark Hamill yang saat itu sudah tua.
2. Influencer VirtualDeepfake juga bisa digunakan untuk menciptakan influencer virtual, alias influencer buatan dengan penampilan dan kepribadian yang mirip dengan manusia. Biaya untuk nfluencer virtual disebut-sebut lebih murah daripada influencer nyata karena seluruhnya menggunakan AI. Perusahaan menggunakan influencer virtual untuk kampanye marketing, launching merek, hingga brand ambassador.
3. Penipuan KeuanganTeknologi deepfake dapat memfasilitasi berbagai bentuk penipuan keuangan seperti pencurian identitas, phishing, dan serangan saat verifikasi biometrik. Penipu menggunakan video dan audio deepfake untuk menyamar sebagai korban lalu melakukan penipuan. Di Hongkong, seorang karyawan kena tipu uang sebesar 400 miliar rupiah karena menerima video call dari bosnya. Ternyata, videocall tersebut adalah deepfake yang digunakan oleh penipu untuk menyuruh karyawan tersebut mentransfer uang.
4. Manipulasi PolitikTeknologi deepfake memiliki potensi untuk mengganggu dinamika politik dengan menyebarkan disinformasi, memanipulasi opini publik, bahkan menyamar sebagai tokoh politik. Pernah melihat video mantan presiden Soeharto saat pemilu 2024? Atau Presiden Joko Widodo berpidato? Itu adalah hasil deepfake. Dalam dunia politik, deepfake digunakan untuk menimbulkan pemberitaan palsu, mencemarkan nama baik lawan politik, hingga mencuci otak masyarakat.
Dengan mengenali berbagai implementasi dan contoh penggunaan deepfake, perusahaan dapat mengembangkan teknologi untuk mengurangi risiko deepfake secara efektif. Risiko yang mungkin terjadi diantara lain pencurian data pribadi, transaksi palsu, hingga hancurnya reputasi.
Sebagai bagian dari solusi perlindungan data, VIDA menawarkan Deepfake Shield, sebuah solusi untuk mengontrol akses biometrik, sehingga celah fraud sekecil apapun bisa cepat dicegah. Menghadapi serangan siber yang terus berkembang, mengadopsi solusi seperti VIDA Deepfake Shield bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan.
Download whitepaper VIDA "Are Indonesian Businesses Ready to Combat AI-Generated Fraud?" di sini