Bayangkan jika bisnis layanan keuanganmu tanpa sadar membuka rekening untuk seorang penipu yang menggunakan teknologi deepfake. Ancaman ini tidak hanya berdampak terhadap keamanan, tapi juga merusak kepercayaan yang sangat penting untuk mendukung inklusi keuangan jutaan orang yang belum punya akses layanan perbankan.
Penipuan deepfake adalah salah satu tantangan terbesar yang dihadapi sektor keuangan saat ini. Dengan memanfaatkan AI, pelaku kriminal bisa menciptakan identitas sintetis yang menipu proses KYC dan melewati verifikasi biometrik. Penipuan ini bukan hanya soal uang yang dicuri, tapi juga kepercayaan yang hilang, yang bisa merusak perkembangan keuangan digital.
Ancaman Deepfake yang Semakin Nyata di Indonesia
Sebanyak 66 juta warga dewasa Indonesia belum mendapat akses keuangan. Sayangnya, penipuan deepfake muncul sebagai ancaman besar. Menurut survei yang dilakukan oleh VIDA, 56% bisnis keuangan telah mengalami Penipuan Identitas Sintetis, sementara 67% menghadapi Penipuan Identitas Tiruan. Angka-angka ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah institusi keuangan di Indonesia sudah terdampak oleh masalah ini, menjadikan deepfake ancaman yang mendesak bagi bisnis yang ingin memperluas layanan mereka kepada masyarakat yang belum terjangkau.
Onboarding digital membuka peluang besar untuk meningkatkan inklusi keuangan, terutama bagi mereka yang belum memiliki riwayat perbankan atau identifikasi formal. Namun, dengan kemunculan teknologi deepfake, peluang ini terancam. Pelaku kejahatan kini bisa menciptakan foto dan video yang terlihat angat realistis untuk meniru identitas seseorang. Hal ini membuat proses KYC rentan.
Bagaimana Deepfake Merusak Kepercayaan dan Inklusi
Bagi institusi keuangan yang ingin membuka akses keuangan lebih luas lagi, onboarding digital adalah kunci. Namun, penipuan deepfake semakin mengikis kepercayaan yang menjadi pondasi sistem ini. Satu serangan saja bisa menyebabkan kerugian finansial yang besar dan membuat masyarakat meragukan keamanan layanan keuangan digital.
Krisis kepercayaan ini memiliki dampak yang sangat luas. Konsumen yang sebelumnya tertarik dengan layanan keuangan digital menjadi ragu, lebih memilih tetap dalam ekonomi informal. Di saat yang sama, bisnis mungkin enggan berekspansi ke pasar baru karena takut penipuan deepfake akan merusak proses KYC mereka.
Krisis Kepercayaan Terancam
Apa saja kerugian yang dihadapi ketika layanan keuangan rentan terserang?
1. Ketidakamanan dalam Layanan Digital
Konsumen yang melihat penipuan deepfake melewati verifikasi biometrik mulai khawatir tentang keamanan data pribadi mereka. Ketika kepercayaan terhadap layanan digital menurun, adopsi layanan ini pun ikut terhambat, yang secara langsung mempengaruhi inklusi keuangan.
2. Kerugian Finansial
Bisnis tidak hanya dirugikan oleh transaksi yang tidak sah. Biaya pemulihan, audit, dan upaya membangun kembali kepercayaan bisa menjadi beban tambahan. Setiap insiden penipuan deepfake bisa mengakibatkan kerugian ratusan ribu hingga jutaan dolar, dan bagi institusi yang lebih kecil, dampaknya bisa sangat merusak.
3. Rusaknya Reputasi Perusahaan
Satu insiden deepfake saja bisa menghancurkan reputasi institusi keuangan, menyebabkan hilangnya pelanggan dan kemitraan. Pemulihan kepercayaan membutuhkan waktu dan sumber daya yang tidak sedikit.
4. Keraguan Publik terhadap Teknologi Keuangan
Semakin meluasnya penipuan deepfake membuat kepercayaan publik terhadap teknologi keuangan secara keseluruhan semakin tergerus. Alih-alih merangkul kemudahan onboarding digital, masyarakat bisa menjadi skeptis, enggan untuk menggunakan layanan berbasis teknologi. Ini memperumit upaya untuk membawa masyarakat yang belum terjangkau ke dalam sistem keuangan formal.
Bagaimana VIDA Melindungi Inklusi Keuangan dari Penipuan Deepfake
VIDA memahami tantangan yang dihadapi bisnis akibat teknologi deepfake dan menawarkan solusi inovatif untuk melindungi bisnis kamu saat berekspansi ke pasar baru.
1. Liveness Detection
Teknologi Liveness Detection pada proses onboarding dapat membedakan antara individu asli dan identitas sintetis. Teknologi ini memastikan bahwa hanya pengguna sah yang dapat lolos dari proses KYC.
2. Deteksi Penipuan Berbasis AI
Sistem VIDA yang didukung oleh AI memantau aktivitas mencurigakan secara real-time, mengurangi risiko penipuan hingga 30%. Perlindungan proaktif ini menghentikan serangan deepfake sebelum sempat masuk.
3. Multi-Factor Authentication (MFA)
Dengan menggabungkan verifikasi biometrik dan otentikasi perangkat, VIDA memastikan bahwa hanya pengguna yang sudah terverifikasi yang dapat mengakses layanan keuangan. Cara ini mengurangi risiko pencurian kredensial dan manipulasi deepfake.
Penipuan deepfake bukan hanya masalah penyalahgunaan teknologi, melainkan ancaman terhadap masa depan inklusi keuangan. Dengan VIDA, kamu tidak hanya melindungi bisnis dari penipuan, tetapi juga menjaga masa depan keuangan digital dan membantu lebih banyak orang mendapatkan akses ke layanan keuangan yang layak mereka terima.
Baca lebih lanjut tentang penipuan digital AI: https://vida.id/wtf-whitepaper